Senin, 01 Desember 2008

Menilik Makam Puyang Tegeri Yang Akan Dijadikan Cagar Budaya

Mungkin tidak banyak warga Prabumulih yang mengetahui secara pasti sejarah kota ini yang zaman dulu dikenal dengan PEHABUNG ULEH. Bukan hanya warga pendatang tapi bahkan mungkin penduduk asli Prabumulih sekalipun.

Kota berjulunkan kota Nanas dengan luas sekitar 21.953 hektar ini sebetulnya sudah ada sejak sekitar 700 tahun silam. Prabumulih pada masa itu didirikan dari beberapa talang-talang kecil yang lama-lama menjadi cikal bakal berdirinya dusun Pehabung Uleh, Tanjung Raman, Sukaraja, Karang raja, Muara Dua dan dusun Gunung Kemala. Nah orang yang dianggap berjasa terbentuknya kota Prabumulih adalah Puyang Tegeri.
Namun sayang, jangankan mengenal sosok Puyang Tegeri, lokasi makamnyapun mungkin banyak warga Prabumulih yang tidak tahu. Prabumulih Pos bersama ketua DPRD Kota Prabumulih, Ahmad Azadin BE dan Ketua Komisi A, M Erwadi BE kemarin nyekar kemakam itu, sekalian menyaksikan langsung kondisi makam tersebut.
Letak makam tersebut tidak terlalu jauh dari pusat kota, letaknya masih di jalan Jenderal Sudirman. Hanya butuh waktu sekitar 5 menit untuk mencapai makam Puyang Tegeri tersebut apalagi sebagian jalannya sudah diaspal. Tapi sebagian lainnya terutama untuk mencapai makam jalannya masih becek dan belum teraspal. Dikanan kiri jalan, pepohonan rindang meneduhi wilayah sekitar makam, suara air sungai kelekar yang beriak terdengar bak lantunan melodi indah.
Lokasi makam terletak diujung jalan itu. Dilokasi makam terlihat ada 2 (dua) makam besar berada ditempat terpisah, semua makam dikandang seukuran bahu pria dewasa dan dipasang dak untuk melindungi dari panas dan hujan. Salah satu makam hanya dipagar kayu alakadarnya. Sama dengan makam-makam tua lainnya, suasana dilokasi yang disebut Talang Tumbang Babat itu agak menyeramkan, nyaris tidak terdengar suara kendaraan meski jaraknya hanya beberapa ratus meter dari jalan raya, apalagi pepohonan dan semak belukar mengelilingi lokasi makam.
Dilokasi itu, ternyata bukan terdapat dua makam saja, tapi masih ada puluhan makam lainnya yang berada ditempat terpisah, hanya berjarak beberapa meter dari dua makam tua tadi. Selintas puluhan makam tadi tak terlihat jelas, karena tertutup semak dan belukar. ”Pagar hidup dari bambu rencananya akan di ganti dengan pagar permanen ujar Azadin.”
Saat tiba di lokasi makam Azadin dan Erwadi langsung mendekati salah satu makam yang catnya didominasi warna kuning, sambil menunjuk azadin menyebutkan jasad siapa yang berada dibawah kuburan itu. ”Ini makam Puyang Tegeri, dan disebelahnya adalah makam Puyang Anyar.” Sekilas mata memandang, siapapun pasti akan berpendapat bahwa lokasi makam bersejarah itu sangat tidak terawat. Kondisi jalannya becek, sampah dimana-mana, bahkan lingkungan dua makam utama. Selain itu kondisi cat dan bangunan yang menaungi makam tadi juga ala kadarnya. Berbeda jauh dengan makam-makam bersejarah yang ada di kota/kabupaten lain di Indonesia.
”Ini semua akan kita perbaiki, ini nanti kita rencanakan menjadi Cagar Budaya Prabumulih. Nanti jalan masuk menuju puyang akan kita cor beton, lalu didaerah makam jalannya kita con-block jelas azadin.
Meski lokasi makam bersejarah itu tidak terawat, tapi suasana diloksi makam yang rencananya akan dijadikan cagar budaya itu masih asri. Suasananya juga teduh, mirip suasana dihutan. Mungkin, jika rencana menjadikan makam Puyang Tegeri sebagai Cagar Budaya jadi dilakukan, satu hal yang harus dipertahankan yakni keasrian daerah itu.

Ketika pertama kali menginjakan kaki dimakam Puyang Tegeri, mata wartawan Prabumulih Pos langsung tertuju kepada makam yang berukurang sedang. Yang menarik perhatian, selain lokasinya yang masih asri, tanah diatas makam terlihat menggunduk.
Makam itu selintas malah mirip bukit kecil. Tapih anehnya, jika itu memang bukit kenapa diatasnya dipenuhi batangan kay dan batu. Ukurang batangan kayu dan batu diatas makam tadi lebih besar jika dibanding dengan batu bisan makam tersebut. Ketua DPRD, Ahmad Azadin BE langsung menjelaskan, ”Kayu dan batu ini adalah tanda kurban yang dilakukan keturunannya atau masyarakat kepada puyang, menurut dia, setiap batang kayu atau batu melambangkan jumlah hewan kurban yang telah diberikan kepada puyang atau leluhur. Semakin banya batang kayu atau batu diatas makam, berarti hewan kurban yang diberikan juga sebanyak itu. ”Biasanya idul adha kita berkurban, kalau ada yang kurban untuk puyang, mereka biasanya menaruh batangan kayu atau batu diatas makam, sebagai tanda mereka telah berkurban.”
Sebagai keturunan lansung dari Puyang Tegeri, Azadin sangat mengerti silsilah keturunannya, dia bahkan faham hampir seluruh keturunannya.
Diatas dua makam, yakni makam puyang Tegeri dan Puyang Anyar yang ada didaerah tersebut, mungkin ada puluhan batang kayu dan batu dimasing-masing makam. Dan itu artinya ada puluhan kurban yang sudah dipersembahkan bagi kedua puyang tersebut. ”Puyang Anyar ini adalah anak Puyang Tegeri, ada lagi anak-anaknya yang lain seperti Puyang Dale, Puyang Iran, dan lainnya.
Talang Tumbang Babat, lokasi makam Puyang Tegeri dan keturunannya, dipercayai adalah daerah cikal bakal berdirinya Kota Prabumulih, sejak sekitar 700 tahun silam. Sebagai bukti jelas Azadin, didaerah tersebut dulunya adalah sawah-sawah. ”Ini adalah hulu sungai kelekar, sungai inilah yang dijadikan sumber untuk mengairi sawah-sawah yang ada disekitar sini,” terangnya meceritakan sejarah.
Suara kicauan burung dan gemercik air waktu itu seolah menjadi latar, dari kisah yang diceritakan Azadin. Lanjut dia, bukti lainnya, didaerah tersebut sejak dulu sudah terbentuk danau-danau kecil yang airnya sangat bening.
Sungai kelekar lanjut Azadin, sejak Jaman dulu dijadikan sumber kehidupan Puyang Tegeri dan semua keturunannya, bahkan sampai sekarang, sungai kelekar juga dijadikan inspirasi bagi para seniman lokal dalam menciptakan lagu dan tari-tarian. ”Kita kan punya Pencak ngigal sungai kelekar, nama itu diambil dari sungai kelekar. Ngigal artinya maju-mundur, karena itu tari yang sering digunakan untuk menyambut tamu-tamu besar dipraktekan dengan cara maju-mundur, tukasnya.

Dikutip dari Prabumulih Pos
Tanggal 20 dan 21 Nopember 2008

By: DB Rambang